BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Ards adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh
berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan
kerusakan paru. (aryanto suwondo,
2006). Ards mengakibatkan terjadinya gangguan paru
yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia
dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.
Ards ( juga disebut syok paru) akibat
cedera paru dimana sebelumnya paru sehat, sindrom ini mempengaruhi kurang lebih
150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas 65% untuk
semua pasien yang mengalami ards. Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi
pencetus lain termasuk trauma mayor, kid, tranfusi darah, aspirasi tenggelam,
inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia,
dan kelebihan dosis obat. Perawatan
akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi
mekanik (doenges 1999 hal 217).
Ards berkembang sebagai
akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara
langsung maupun tidak langsung. Ards
terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang
mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan
perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan
perfusi yang jelas akibat akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan
ekstansif darah dalam paru-paru. Ards
menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar.
Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya
adalah penuruna karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia
berat dan hipokapnia ( brunner & suddart 616).
Oleh karena itu, penanganan ards
sangat memerlukan tindakan khusus dari perawat untuk mencegah memburuknya
kondisi kesehatan klien. Hal tersebut dikarenakan klien yang mengalami ards
dalam kondisi gawat yang dapat mengancam jiwa klien.
B. Rumusan masalah
1.
Apakah yang
dimaksud dengan ards?
2.
Apa penyebab dari
ards?
3.
Bagaimana
manifestasi klinis dari ards?
4.
Bagaimana
patofisiologi dari ards?
5.
Apa pemeriksaan
penunjang untuk ards?
6.
Bagaimana
komplikasi ards?
7.
Bagaimana
penatalaksanaan ards?
8.
Bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan ards?
C. Tujuan
Tujuan umum
Menjelaskan tentang ards dan asuhan keperawatan
pada klien dengan kasus ards.
Tujuan khusus
1.
Menjelaskan tentang
ards.
2.
Menjelaskan tentang
penyebab dari ards.
3.
Menjelaskan
tentang manifestasi klinis dari ards.
4.
Menjelaskan
tentang patofisiologi dari ards.
5.
Menjelaskan tentang
pemeriksaan penunjang untuk ards.
6.
Menjelaskan tentang
komplikasi ards.
7.
Menjelaskan tentang
penatalaksanaan ards.
8.
Menjelaskan tentang
asuhan keperawatan pada klien dengan ards.
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi
Dikenal juga sebagai respiratory
distress sydrom yang idiopatik, hyaline membrane disease merupakan keaadaan
akut yang terutama ditemukan pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah
lahir, lebih sering pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32 yang mempunyai
berat dibawah 1500 gram. Kira-kira 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29
minggu mengalami rds.
Bangunan paru janin dan produksi
surfactan penting untuk fungsi respirasi normal. Bangunan paru dari produksi
surfaktan bervariasi pada masing-masing bayi. Bayi prematur lahir sebelum
produksi surfactan memadai. Surfactan, suatu senyawa lipoprotein yang mengisi
alveoli, mencegah alveolar colaps dan menurunkan kerja respirasi dengan
menurunkan tegangan permukaan. Pada defisiensi surfactan, tegangan permukaan
meningkat, menyebabkan kolapsnya alveolar dan menurunnya komplians paru, yang
mana akan mempengaruhi ventilasi alveolar
sehingga terjadi hipoksemia dan hiperkapnia dengan acidosis respiratory.
Reduksi pada ventilasi akan menyebabkan ventilasi dan perfusi sirkulasi paru
menjadi buruk, menyebabkan keadaan hipoksemia. Hipoksia jaringan dan acidosis
metabolik terjadi berhubungan dengan atelektasis dan kegagalan pernafasan yang
progresif.
Rds merupakan penyebab utama
kematian dan kesakitan pada bayi prematur, biasanya setelah 3 – 5 hari.
Prognosanya buruk jika support ventilasi lama diperlukan, kematian bisa terjadi
setelah 3 hari penanganan.
B. Etiology dan faktor presipitasi
1.
Prematuritas
dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu) dan tidak adanya,
gangguan atau defisiensi surfactan
2.
Bayi prematur
yang lahir dengan operasi caesar
3.
Penurunan
suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi matur atau prematur.
C. Faktor resiko
- Trauma langsung pada paru
·
Pneumoni virus,bakteri,fungal
·
Contusio paru
·
Aspirasi cairan lambung
·
Inhalasi asap berlebih
·
Inhalasi toksin
·
Menghisap O2
konsentrasi tinggi dalam waktu lama
- Trauma tidak langsung
·
Sepsis
·
Shock
·
DIC (Dissemineted Intravaskuler
Coagulation)
·
Pankreatitis
·
Uremia
·
Overdosis Obat
·
Idiophatic (tidak diketahui)
·
Bedah Cardiobaypass yang lama
·
Transfusi darah yang banyak
·
PIH (Pregnand Induced
Hipertension)
·
Peningkatan TIK
·
Terapi radiasi
D. Manifestasi klinik
1.
Peningkatan jumlah pernapasan
2.
Klien mengeluh sulit bernapas,
retraksi dan sianosis
3.
Pada Auskultasi mungkin
terdapat suara napas tambahan
E.
Patofisiologi
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II.
Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35.
Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%).
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi dan kehamilan kembar.
Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi.
Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. i
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
Oksigenasi jaringan menurun metabolisme anaerobik dengan penimbunan asam laktat asam organic asidosis metabolic.
Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris transudasi kedalam alveoli terbentuk fibrin fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
Manifestasi Klinis
Takipnea (>60 x/menit)
Retraksi dada
Sianosis pada udara kamar
X-ray thorak spesifik
yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan.
F.
Penata Laksanaan Medis
Tujuan Terapi :
·
Support pernapasan
·
Mengobati penyebab jika mungkin
·
Mencegah komplikasi.
Terapi :
·
Intubasi untuk pemasangan ETT
·
Pemasangan Ventilator mekanik
(Positive end expiratory pressure) untuk mempertahankan keadekuatan level O2
darah.
·
Sedasi untuk mengurangi
kecemasan dan kelelahan akibat pemasangan ventilator
·
Pengobatan tergantung klien dan
proses penyakitnya :
v
Inotropik agent (Dopamine )
untuk meningkatkan curah jantung & tekanan darah.
v
Antibiotik untuk mengatasi
infeksi
v
Kortikosteroid dosis besar
(kontroversial) untuk mengurangi respon inflamasi dan mempertahankan stabilitas
membran paru.
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Riwayat maternal
- Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
- Kondisi seperti perdarahan placenta
- Tipe dan lamanya persalinan
- Stress fetal atau intrapartus
Status infant saat lahir
- Prematur, umur kehamilan
- Apgar score, apakah terjadi aspiksia
- Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
Cardiovaskular
- Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
- Murmur sistolik
- Denyut jantung dalam batas normal
Integumen
- Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal
- Pitting edema pada tangan dan kaki
- Mottling
Neurologis
- Immobilitas, kelemahan, flaciditas
- Penurunan suhu tubuh
Pulmonary
- Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
- Nafas grunting
- Nasal flaring
- Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
- Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan persentase desaturasi hemoglobin
- Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
Status behavioral
- Lethargy
Study diagnostik
- Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar
- Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
Data laboratorium
- Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi rds)
Ø
Lecitin/sphingomielin
(l/s) ratio
2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru
Ø
Phospatidyglicerol
: meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Ø
Tingkat
phosphatydylinositol
- Analisa gas darah, pao2 kurang dari 50 mmhg, paco2 kurang dari 60 mmhg, saturasi oksigen 92% - 94%, ph 7,31 – 7,45
- Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang rusak
B. Diagnosa keperawatan
Kolaboratif problem : insufisiensi respiratory
berhubungan dengan penurunan volume dan komplians paru, perfusi paru dan
vintilasi alveolar.
Tujuan 1 : tanda dan gejala disstres pernafasan,
deviasi dari fungsi dan resiko infant terhadap rds dapat teridentifikasi
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji infant yang beresiko mengalami rds yaitu :
-
Riwayat ibu dengan daibetes
mellitus atau perdarahan placenta
-
Prematuritas
bayi
-
Hipoksia
janin
-
Kelahiran
melalui operasi caesar
|
Pengkajian diperlukan untuk menentukan intervensi secepatnya bila bayi
menunjukkan adanya tanda disstres nafas dan terutama untuk memperbaiki
prognosa
|
2. Kaji perubahan status pernafasan termasuk :
-
Takipnea
(pernafasan diatas 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x)
-
Nafas
grunting
-
Nasal
flaring
-
Retraksi
intercostal, suprasternal atau substernal dengan penggunaan otot bantu nafas
-
Cyanosis
-
Episode
apnea, penurunan suara nafas dan adanya crakles
|
Perubahan tersebut mengindikasikan rds telah terjadi, panggil dokter
untuk tindakan secepatnya
-
Pernafasan bayi
meningkat karena peningkatan kebutuhan oksigen
-
Suara ini
merupakan suara keran penutupan glotis untuk menghentikan ekhalasi udara
dengan menekan pita suara
-
Merupakan
keadaan untuk menurunkan resistensi dari respirasi dengan membuka lebar jalan
nafas
-
Retraksi
mengindikasikan ekspansi paru yang tidak adekuat selama inspirasi
-
Cyanosis
terjadi sebagai tanda lanjut dengan po2 dibawah 40 mmhg
-
Episode
apneu dan penurunan suara nafas menandakan distress nafas semakin berat
|
3. Kaji tanda yang terkait dengan rds
-
Pallor dan
pitting edema pada tangan dan kaki selama 24 jam
-
Kelemahan
otot
-
Denyut
jantung dibawah 100 x per menit pada stadium lanjut
-
Nilai agd
dengan po2 dibawah 40 mmhg, pco2 diatas 65 mmhg, dan ph dibawah 7,15
|
Tanda-tanda tersebut terjadi pada rds
-
Tanda ini
terjadi karena vasokontriksi perifer dan penurunan permeabilitas vaskuler
-
Tanda ini
terjadi karena ekshaution yang disebabkan kehilangan energi selama kesulitan
nafas
-
Bradikardia
terjadi karena hipoksemia berat
-
Tanda ini
mengindikasikan acidosis respiratory dan acidosis metabolik jika bayi
hipoksik
|
4. Monitor po2 trancutan atau nilai pulse oksimetri
secara kontinyu setiap jam
|
Nilai po2 traskutan dan pulse oksimetri non invasif menunjukkan
prosentase oksigen saat inspirasi udara.
|
Tujuan 2. Mempertahankan dan memaksimalkan fungsi pulmonal
Intervensi
|
Rasional
|
1. Berikan kehangatan dan oksigen sesuai dengan sbb
-
Oksigen
yang dihangatkan 31,7c – 33,9c
-
Humidifikasi
40% - 60%
-
Beri cpap
positif
-
Beri peep
positif
|
Untuk mencegah terjadinya hipotermia dan memenuhi kebutuhan oksigen tubuh
|
2. Berikan pancuronium bromide (pavulon)
|
Obat ini berguna sebagai relaksan otot untuk mencegah injury karena
pergerakan bayi saat ventilasi
|
3. Tempatkan bayi
pada lingkungan dengan suhu normal serta monitor temperatur aksila
setiap jam
|
Lingkungan dengan suhu netral akan menurunkan kebutuhan oksigen dan
menurunkan produksi co2.
|
4. Monitor vital signs secara kontinyu yaitu denyut
jantung, pernafasan, tekanan darah, serta auskultasi suara nafas
|
Perubahan vital signs menandakan tingkat keparahan atau penyembuhan
|
5. Observasi perubahan warna kulit, pergerakan dan
aktivitas
|
Karena perubahan warna kulit, pergerakan dan aktivitas mengindikasikan
peningkatan metabolisme oksigen dan glukosa. Informasi yang penting lainnya
adalah perubahan kebutuhan cairan, kalori dan kebutuhan oksigen.
|
6. Pertahankan energi pasien dengan melakukan
prosedur seefektif mungkin.
|
Mencegah penurunan tingkat energi infant
|
7. Monitor serial agd seperti pao2, paco2, hco3 dan
ph setiap hari atau bila dibutuhkan
|
Perubahan mengindikasikan terjadinya acidosis respiratorik atau metabolik
|
Diagnosa
keperawatan : gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus.
Tujuan : mempertahankan dan mendukung intake nutrisi
Intervensi
|
Rasional
|
1. Berikan infus d 10% w sekitar 65 – 80 ml/kg bb/
hari
|
Untuk menggantikan kalori yang tidak didapat secara oral
|
2. Pasang selang nasogastrik atau orogastrik untuk
dapat memasukkan makanan jika diindikasikan atau untuk mengevaluasi isi
lambung
|
Pilihan ini dilakukan jika masukan sudah tidak mungkin dilakukan.
|
3. Cek lokasi selang ngt dengan cara :
-
Aspirasi
isi lambung
-
Injeksikan
sejumlah udara dan auskultasi masuknya udara pada lambung
-
Letakkan
ujung selang di air, bila masuk lambung, selang tidak akan memproduksi
gelembung
|
Untuk mencegah masuknya makanan ke saluran pernafasan
|
4. Berikan makanan sesuai dengan prosedur berikut :
-
Elevasikan
kepala bayi
-
Berikan asi
atau susu formula dengan prinsip gravitasi
dengan ketinggian 6 – 8 inchi dari kepala bayi
-
Berikan
makanan dengan suhu ruangan
-
Tengkurapkan
bayi setelah makan sekitar 1 jam
|
Memberikan makanan tanpa menurunkan tingkat energi bayi
|
5. Berikan tpn jika diindikasikan
|
Tpn merupakan metode alternatif untuk mempertahankan nutrisi jika bowel
sounds tidak ada dan infants berada pada stadium akut.
|
Diagnosa
keperawatan : resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan sensible dan insesible
Tujuan : mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi
|
Rasional
|
1. Pertahankan pemberian infus dex 10% w 60 – 100
ml/kg bb/hari
|
Penggantian cairan secara adekuat untuk mencegah ketidakseimbangan
|
2. Tingkatkan cairan infus 10 ml/kg/hari,
tergantung dari urine output, penggunaan pemanas dan jumlah feedings
|
Mempertahankan asupan cairan sesuai kebutuhan pasien. Takipnea dan
penggunaan pemanas tubuh akan meningkatkan kebutuhan cairan
|
3. Pertahankan tetesan infus secara stabil, gunakan
infusion pump
|
Untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan. Kelebihan cairan dapat
menjadi keadaan fatal.
|
4. Monitor intake cairan dan output dengan cara :
-
Timbang
berat badan bayi setiap 8 jam
-
Timbang
popok bayi untuk menentukan urine output
-
Tentukan
jumlah bab
-
Monitor
jumlah asupan cairan infus setiap hari
|
Catatan intake dan output cairan penting untuk menentukan ketidak
seimbangan cairan sebagai dasar untuk
penggantian cairan
|
5. Lakukan pemeriksaan sodium dan potassium setiap
12 atau 24 jam
|
Peningkatan tingkat sodium dan potassium mengindikasikan terjadinya
dehidrasi dan potensial ketidakseimbangan elektrolit
|
Diagnosa
keperawatan : koping keluarga inefektif berhubungan dengan ansietas, perasaan
bersalah, dan perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasi krisis
Tujuan :
meminimalkan kecemasan dan rasa bersalah, dan mendukung bounding antara
orangtua dan infant
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji respon verbal dan non verbal orangtua
terhadap kecemasan dan penggunaan koping mekanisme
|
Hal ini akan membantu mengidentifikasi dan membangun strategi koping yang
efektif
|
2. Bantu orangtua mengungkapkan perasaannya secara
verbal tentang kondisi sakit anaknya, perawatan yang lama pada unit
intensive, prosedur dan pengobatan infant
|
Membuat orangtua bebas mengekpresikan perasaannya sehingga membantu
menjalin rasa saling percaya, serta mengurangi tingkat kecemasan
|
3. Berikan informasi yang akurat dan konsisten
tentang kondisi perkembangan infant
|
Informasi dapat mengurangi kecemasan
|
4. Bila mungkin, anjurkan orangtua untuk
mengunjungi dan ikut terlibat dalam perawatan anaknya
|
Memfasilitasi proses bounding
|
5. Rujuk pasien pada perawat keluarga atau
komunitas
|
Rujukan untuk mempertahankan informasi yang adekuat, serta membantu
orangtua menghadapi keadaan sakit kronis pada anaknya.
|
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
ARDS adalah Penyakit akut dan
progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi
oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh karena
terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler
maupun intra alveolar. Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung
ataupun tidak langsung melukai paru-paru seperti: Pneumoni virus, bakteri, fungal; contusio paru, aspirasi cairan lambung, inhalasi asap berlebih,
inhalasi toksin, menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama,
Sepsis, Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam,dsb. Gejala biasanya muncul dalam
waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera. SGPA(sindrom gawat
pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya,
seperti hati atau ginjal.
B. SARAN
1. Menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan
ARDS.
2. Apabila gejala ARDS mulai muncul
sesegera mungkin bawalah ke rumah sakit terdekat untuk mendapat pertolongan
lebih lanjut agar tidak terjadi komplikasi pada hati dan ginjal.
Semoga dapat membantu teman-teman sekalian dalam belajar..
BalasHapusSalam semangat dari Staf Divisi komunikasi dan Informasi BEM FIKES.